Abu Hasyim Ash-Shufiy berkisah:
Saya bermaksud pergi ke Bashrah. Kemudian saya datang ke tempat perahu yang akan saya naiki, sedang di dalamnya sudah ada seorang laki-laki bersama dengan budak perempuannya. 'Di sini sudah tidak ada tempat!' kata laki-laki itu. Maka budak perempuan yang bersamanya minta agar dia mau menerimaku.
Akhirnya laki-laki itu pun bersedia menerimaku. Ketika kami sedang berlayar, maka laki-laki itu minta disediakan makan siang. Hidangan pun disediakan. Lalu budak perempuan itu berkata: 'Undanglah laki-laki itu untuk dia makan siang bersama kita!' Saya datang dengan keadaan saya yang dianggap perlu dikasihani.
Sewaktu kami menyantap makan siang bersama-sama, orang laki-laki itu berkata: 'Hai budak perempuan, berikanlah minuman arak kepadaku!' Kemudian dia pun minum. Laki-laki itu berkata lagi: 'Hai budak perempuan, berikanlah mandolinmu (alat musik) dan berikanlah apa-apa yang ada padamu (nyanyikanlah lagu-lagu yang engkau bisa!'). Kemudian budak perempuan itu mengambil mandolin dan bernyanyi.
Lalu laki-laki itu berpaling kepada saya dan berkata:
"Apakah engkau bisa bernyanyi sebaik itu?"
"Aku punya lagu (bacaan) yang lebih baik dan lebih indah daripada itu," jawab saya.
"Lakukanlah!" Kata laki-laki itu selanjutnya.
Maka aku melagukan (membaca):
"Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang dirajam."
Kemudian saya membaca:
"Apabila matahari telah digulung, dan apabila bintang-bintang telah bertebaran, dan apabila gunung-gunung telah diperjalankan pecah-belah hancur menjadi debu." (QS. al Mursalat: 7)
Maka laki-laki itu mulai menangis. Tatkala saya membaca sampai firman Allah:
"Den apabila lembaran catatan telah dibagikan. " (QS. at-Takwir: 10)
Maka laki-laki itu berkata kepada Jariyah (budak perempuan):
"Hai jariyah, pergilah sekarang engkau, telah saya merdekakan karena Allah SWT!"
Dan laki-laki itu mencampakkan minuman araknya dan mandolinnya, kemudian memanggilku dan berkata: "Saudara, apakah engkau tahu, apabila Allah SWT akan menerima tobat saya?"
Kemudian aku membaca firman Allah:
serta memelukku seraya
"Sesungguhnya Allah cinta kepada orang yang bertaubat dan cinta kepada orang-orang yang bersih. (QS. al Baqarah: 222)
Kemudian kami berteman selama 40 tahun sesudah itu, sehingga sampai saat dia meninggal dunia. Maka aku melihat dia dalam mimpi, dan aku bertanya kepadanya:
"Di manakah engkau sekarang?"
Dia menjawab: "Di surga."
"Dengan sebab apa engkau bisa di surga?" tanya saya.
Dia menjawab: "Sebab engkau telah membacakan kepadaku: "Wa idzash shuhufu nusyirat: Apabila catatan-catatan amal perbuatan manusia dibuka"
---Sumber: Membuka Aib Saudara: Kisah-kisah Teladan dari Kitab Durratun Nashihin dan Irsyadul Ibad, terjemahan: Drs. H.M. Sya'roni, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003